Selasa, 13 Mei 2008

Kiat sukses orang terkaya

Kiat sukses Bob Sadino

Proses sukses wirausaha tidak selalu sama, misalnya Bob Sadino tidak sama dengan Abirizal Bakri, Sukanto Tanoto, Putera Sampoerna, Bill Gates dan Donald Trump.
Ada perbedaan latar belakang, faktor eksternal dan internal, nasib, keberuntungan, waktu, cara yang dipilih dan banyak lagi. Lakukan saja! Itulah resep sukses Bob Sadino.
Sukses Bob Sadino diperoleh dari strategi brilian, yang disebutnya Bola Bob Sadino (BBS). Pola inilah yang terus menerus diasah dan dipertajam, guna diwariskan ke Bob Sadino-Bob Sadino Baru (BSB).

Sejak semula dia dibebaskan otaknya dari hal-hal yang tak perlu, seperti studi kelayakan, teori-teori, perencanaan, kajian resiko, kemungkinan rugi, pikiran ini pertimbangan itu, dan sebagainya. Dia fokuskan perhatian dan maksimalkan energi, benar-benar hanya untuk usaha yang sedang dijalankannya. "Saya sukses karena saya tidak terdidik. Karena saya tidak tahu apa-apa," katanya. Penghematan energi otak dan pemusatan konsentrasi ini membuat arah kewirausahaan Bob jelas. Efisien dan Efektif.
Dalam berbagai kesempatan, Bob Sadino selalu mengatakan bahwa, aktivitas kewirausahaannya tidak didasarkan pada konsep atau lantaran strategi tertentu. "Saya lakukan saja, tanpa berpikir macam-macam," katanya. Tapi dalam kurun waktu hampir 30 tahun berwirausaha, metode‘lakukan saja’ ini berkembang terus membentuk pole tertentu. Semacam siklus kompetensi dari ilmu (pengetahuan) ke praktek (pelatihan dan pembelajaran), terus ke keterampilan (skill) dan profesionalitas, yang kemudian diperbaharui lagi menjadi ilmu dalam tingkatan yang lebih tinggi. Begitu seterusnya.
Bagaimana mendapatkan ilmu (pengetahuan)? Menurut Bob, ilmu di dapat dari pengalaman. Pengalaman diperoleh bila ada kemauan untuk mencoba. Kemauan saja belum membuahkan apa-apa, bila tidak diikuti dengan tindakan aksi yaitu langkah pertama, alias komitmen. Komitmen akan tinggal komitmen kalau tak ada keberanian untuk menangkap peluang. Bila ketiga unsur ini sudah dimiliki berarti mobil ilmu sudah punya bensin. Tinggal menjalanan saja. Untuk membuatnya bergerak hindari kecengengan. Apa yang dimaksud Bob dengan cengeng? Sikap gampang terkendala. Itu maksudnya. "Mudah mengeluh. Dikasi jalan, mengeluh tak punya modal. Diberi modal, mengeluh tak punya kenalan (relasi, langganan). Dikasi kenalan, tak bisa ngomong, dan seterusnya," ungkap Bob. Kecengengan ini membuat orang tak akan pernah melangkah dan menguasai ilmu (pengetahuan).
Penguasaan ilmu merupakan awal proses enterpreneurship. Langkah selanjutnya adalah latihan dan latihan. Belajar dan belajar. "Kita harus membuat diri dan ilmu kita efektif bagi masyarakat. Tanpa latihan - aksi, tindakan nyata dalam masyarakat kondisi ini tak mungkin tercipta. Kita harus membuatnya jadi sifat. Untuk mencapainya kita harus membangun perilaku modest, bagaimana dengan segala kerendahan hati menjadikan ilmu kita efektif bagi masyarakat. Jadi jangan mengembangkan academic arogancy, katanya. Pada tahap ini tingkat kewirausahaan seseorang mulai mengental. Bila ilmu sudah praktis dan efektif terhadap masyarakat, tingkat selanjutnya adalah terampil. Latihan demi latihan membuat orang terlatih. Terampil. Ahli (skillful). Ilmu bukan lagi sekedar sifat, tapi sikap. Sudah menyatu organik dengan tubuh, pikiran dan perasaan. Pada tingkat ini seorang wirausahawan sudah sangat sulit dipisahkan dari naluri wirausaha. Kejelian melihat peluang menajam. Akurasi analisis meningkat. Pemahaman terhadap karakter pasar, kekuatan diri dan kompetitor, ancaman internal dan eksternal, dan peluang ciptaan lingkungan atau diri sendiri mendalam dan makin terfokus. Dalam kondisi ini semuanya seolah berlangsung otomatis. Reflek terkendali. Sesuai kata Bambang Utomo pendiri Pondok Gagasan "Praktik melahirkan teori. Sesuatu yang paling praktis adalah teori yang sempurna,".
Di tahap ini kewirausahaan seseorang mulai mengkristal. Terampil menumbuhkan sikap dan tanggung jawab profesional. Ilmu, praktik dan keahlian menjadi profesi yang dinilai. Konsekuensinya berupa pengakuan dari lingkungan, dalam bentuk penghargaan sosial, akademik dan finansial. Undangan ceramah mengalir dari berbagai pihak, yang ingin seperti kita. Pengakuan akademik diusulkan pula, minimal dalam bentuk gelar Doktor Honoris Causa. Uang jangan ditanya, sudah mengetuk pintu rumah sejak pagi sampai pagi lagi. Setidaknya itulah yang kini terlihat dari kehidupan Bob Sadino. Namanya jadi seperti merk dagang. Jaminan mutu kata orang. Apa yang dijajakannya dijadikan standar kualitas oleh konsumen berkelas yang menurut statistika Bob Sadino terdiri dari 94% ekspatriat dan 6% orang gila. Terbukti kangkung yang biasanya Rp.400,- seikat, ludes juga dalam sekejab, ketika dijual Rp.4.000,- Ide-idenya dipreteli, di analisis, dikaji berulangkali oleh para pakar dan akademisi, untuk mendapatkan intisari strategi. Metodenya dikunyah berbagai kalangan, terutama para wirausahawan muda yang ingin menjadi Bob Sadino baru. Dia menjadi model. Contoh sukses. Idola. Malah ketika ceramah di IPMI, September 1998, ada yang datang dengan kendaraan sendiri dari Padang (Sumatera Barat), hanya untuk mendengar dia. Tapi, menurut Bob, proses pendalaman tak pernah berhenti. Tahap profesionalitas menimbulkan ilmu (pengetahuan) baru. Tentu saja dengan tingkat kecanggihan yang lebih tinggi. Selanjutnya siklus berulang, saling mempengaruhi dan memperkuat satu sama lain. Dari ilmu ke praktik, dari praktik ke terampil, dari terampil ke profesioanl, dari profesioanl ke ilmu. Pada masing-masing tahap terjadi pula siklus dan proses pengaruh mempengaruhi yang lebih terfokus.
Begitu seterusnya. Tanpa batas. Tanpa target pencapaian, karena roh wirausaha mengalir seperti air. Dari laut ke uap air, dari uap air ke awan, dari awan ke hujan, dari hujan ke hutan, dari hutan ke hulu sungai, dari hulu sungai ke sungai, dari sungai ke muara, dari muara ke laut, atau sebaliknya. Tergantung yang melakoni saja.



Kiat Sukses Ciputra

Makna tidak datang sendiri tetapi sebagai hasil yang diciptakan oleh usaha untuk menemukannya, dalam arti menciptakan kondisi dengan kesadaran bahwa kita sedang menjalani pendidikan situasi untuk mematangkan diri. Kualitas conditioning akan sebanding dengan benefit yang tersimpan di baliknya.

Sebelum Ir. Ciputra bercerita riwayat hidupnya dari kecil, rasanya semua orang membayangkan betapa enaknya menjadi sosok yang menyandang sebutan maestro property Indonesia atau Asia Pasifik. Tetapi dengan pengakuan bahwa dirinya adalah manusia yang tidak tahu di mana seorang ayah dimakamkan oleh penjajah kala itu yang akhirnya membuat Ciputra kecil berusia 12 tahun harus hidup tanpa bimbingan ayah, barulah kita sadar bahwa balasan yang diterimanya sekarang ini adalah balasan setimpal.

Bocah kecil bernama Ciputra harus jalan kaki sepanjang 7 km karena tujuannya menyelesaikan sekolah dasar. Kata kuncinya bukan pada kematian seorang ayah di sel penjara penjajah akan tetapi kesadaran bahwa dirinya harus merumuskan tujuan, visi, dan misi hidup seorang diri. Andaikan situasi serupa dihadapi oleh kita sendiri, belum tentu kita berani buru-buru membayangkan alangkah enaknya menjadi sosok Ir. Ciputra.